Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

BUPATI ASAHAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

NOMOR 1 TAHUN 2020

TENTANG

PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ASAHAN,

Menimbang :

  1. bahwa sebagai manusia yang mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pedagang kaki lima merupakan pelaku usaha di sektor informal dengan keterbatasan kemampuan yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi derajatnya sehingga mampu menjalankan kegiatan usahanya;
  2. bahwa keberadaan pedagang kaki lima di Kabupaten Asahan telah berdampak pada terganggunya kelancaran lalu lintas, estetika, lingkungan, kebersihan serta fungsi prasarana dan sarana kawasan perkotaan sehingga perlu dilakukan penataan pedagang kaki lima;
  3. bahwa dengan meningkatnya jumlah pedagang kaki lima di wilayah Kabupaten Asahan perlu dilakukan pemberdayaan pedagang kaki lima guna meningkatkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka mewujudkan Kabupaten Asahan sebagai pusat perdagangan dan jasa, yang mantap, maju dan jaya;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima;


Mengingat :

  1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota-Kota Besar Dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092);
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang– Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
  4. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 291);


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN ASAHAN

dan

BUPATI ASAHAN


MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA.


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

  1. Daerah adalah Kabupaten Asahan.
  2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  3. Bupati adalah Bupati Asahan. 4. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
  4. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD adalah organisasi perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan bidang perdagangan.
  5. Pedagang Kaki Lima, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kota dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.
  6. Penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  7. Pembinaan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya.
  8. Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di lahan dan/atau bangunan milik pemerintah daerah dan/atau swasta.
  9. Lokasi binaan adalah lokasi yang telah ditetapkan peruntukannya bagi PKL yang diatur oleh pemerintah daerah, baik bersifat permanen maupun sementara.
  10. Tanda Daftar Usaha, yang selanjutnya disebut TDU, adalah surat yang dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti pendaftaran usaha PKL sekaligus sebagai alat kendali untuk pemberdayaan dan pengembangan usaha PKL di lokasi yang ditetapkan oleh pemeritah daerah.
  11. Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.


BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan Penataan dan Pemberdayaan PKL.


Pasal 3

Penataan dan Pemberdayaan PKL bertujuan untuk :

a. memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya;

b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri; dan

c. untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan.


BAB III

RUANG LINGKUP

Pasal 4

Ruang lingkup peraturan daerah ini meliputi :

a. penataan PKL;

b. pemberdayaan PKL;

c. hak, kewajiban, dan larangan;

d. monitoring, evaluasi, dan pelaporan;

e. pengawasan;

f. sanksi administrasi;

g. ketentuan penyidikan; dan

h. ketentuan pidana.


BAB IV

PENATAAN PKL

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 5

(1) Penataan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilakukan terhadap PKL dan lokasi tempat kegiatan PKL.

(2) Penataan PKL dan lokasi tempat kegiatan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah sesuai dengan peraturan daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang.

(3) Penataan lokasi tempat kegiatan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di kawasan perkotaan sesuai dengan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah.


Bagian Kedua

Pendataan PKL

Pasal 6

Bupati melalui OPD melakukan pendataan PKL bersama aparat kelurahan/desa dengan cara antara lain:

a. membuat jadwal kegiatan pelaksanaan pendataan;

b. memetakan lokasi; dan

c. melakukan validasi/pemutakhiran data.


Pasal 7

(1) Pendataan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan berdasarkan:

a. identitas PKL;

b. lokasi PKL;

c. jenis tempat usaha PKL;

d. bidang usaha PKL; dan

e. modal usaha PKL.

(2) Data PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk penataan dan pemberdayaan PKL.


Pasal 8

Lokasi PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b terdiri dari:

a. lokasi PKL sesuai peruntukannya; dan

b. lokasi PKL tidak sesuai peruntukannya.


Pasal 9

(1) Lokasi PKL sesuai peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a terdiri atas:

a. lokasi PKL yang bersifat permanen; dan

b. lokasi PKL yang bersifat sementara.

(2) Lokasi PKL tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b merupakan lokasi bukan peruntukan tempat berusaha PKL.


Pasal 10

(1) Lokasi PKL yang bersifat permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a merupakan lokasi yang bersifat tetap yang diperuntukkan sebagai tempat usaha PKL.

(2) Lokasi PKL yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b merupakan lokasi tempat usaha PKL yang terjadwal dan bersifat sementara.

(3) Lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.


Pasal 11

Jenis tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c terdiri atas jenis tempat usaha tidak bergerak dan jenis tempat usaha bergerak.


Pasal 12

(1) Jenis tempat usaha tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berupa:

a. gelaran;

b. lesehan;

c. tenda;

d. selter; dan

e. bentuk lainnya yang sejenis.

(2) Jenis tempat usaha bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 antara lain:

a. tidak bermotor; dan

b. bermotor.


Pasal 13

(1) Jenis tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a antara lain gerobak dan sepeda.

(2) Jenis tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b terdiri atas:

a. kendaraan bermotor roda dua;

b. kendaraan bermotor roda tiga; dan

c. kendaraan bermotor roda empat.


Pasal 14

Bidang usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d antara lain:

a. kuliner;

b. kerajinan;

c. tanaman hias;

d. hewan peliharaan;

e. ikan hias;

f. pakaian/tekstil, sepatu dan tas;

g. barang antik;

h. kelontong;

i. sayuran dan buah-buahan;

j. obat-obatan;

k. barang cetakan;

l. jasa perorangan; dan

m. peralatan bekas.


Bagian Ketiga

Pendaftaran PKL

Pasal 15

(1) Bupati melalui OPD melakukan pendaftaran PKL sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 huruf c.

(2) Pendaftaran PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh OPD bersama dengan lurah/kepala desa.

(3) Pendaftaran PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pengendalian PKL dan menjamin kepastian hukum berusaha.


Pasal 16

(1) Pendaftaran PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan  terhadap 2 (dua) kategori PKL, yaitu PKL lama dan PKL baru.

(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi dan menyampaikan berkas pendaftaran usaha kepada OPD. Pasal 17

(1) PKL kategori lama sebagaimana dimaksud dalama Pasal 16 ayat (1) dengan kriteria sebagai berikut:

a. PKL pada saat pendataan sudah berusaha di lahan atau lokasi sesuai peruntukannya; dan/atau

b. PKL pada saat pendataan sudah berusaha di lahan atau lokasi yang tidak sesuai peruntukannya dan ditetapkan sebagai lokasi sementara.

(2) PKL yang sudah berusaha di lahan atau lokasi yang tidak sesuai peruntukannya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan relokasi.


Pasal 18

(1) PKL kategori baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) merupakan PKL yang belum pernah berusaha sebagai PKL di Daerah.

(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan pendaftaran untuk berusaha pada lokasi yang ditetapkan oleh Bupati melalui OPD.


Pasal 19

Pendaftaran usaha bagi PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) meliputi:

a. permohonan TDU;

b. penerbitan TDU; dan

c. perpanjangan TDU;


Pasal 20

(1) PKL yang akan melakukan usaha wajib memiliki TDU.

(2) TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PKL mengajukan permohonan kepada Bupati melalui OPD.

(3) Permohonan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melampirkan berkas permohonan sebagai berikut:

a. kartu tanda penduduk yang beralamat di Daerah;

b pas photo terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;

c. mengisi formulir yang memuat tentang:

1. nama;

2. alamat/tempat tinggal/lama tinggal;

3. bidang usaha yang dimohon;

4. tempat usaha yang dimohon;

5. waktu usaha;

6. perlengkapan yang digunakan; dan

7. jumlah modal usaha.

d. mengisi formulir surat pernyataan belum memiliki usaha;

e. mengisi formulir surat pernyataan kesanggupan untuk menjaga keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan dan kesehatan serta fungsi fasilitas umum; dan

f. mengisi formulir surat pernyataan yang memuat:

1. tidak memperdagangkan barang ilegal;

2. tidak merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada ditempat atau lokasi PKL;

3. tidak memindahtangankan TDU kepada pihak lain; dan

4. kesanggupan mengosongkan, mengembalikan atau menyerahkan tempat usaha PKL apabila:

a) lokasi dimaksud sewaktu dibutuhkan dan/atau dikembalikan pada fungsinya;

b) lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan; dan

c. setelah dievaluasi PKL dinilai layak menjadi usaha kecil.

(3) Permohonan TDU bagi PKL yang menggunakan jenis tempat usaha dengan kendaraan bermotor untuk kegiatan usaha wajib bernomor polisi Daerah serta memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.


Pasal 21

(1) OPD mendistribusikan formulir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf c kepada lurah/kepala desa.

(2) PKL yang akan mendaftarkan usahanya meminta formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada lurah/kepala desa. Pasal 22

(1) OPD melakukan pemeriksaan berkas permohonan pendaftaran PKL.

(2) Berkas permohonan pendaftaran PKL yang telah memenuhi persyaratan menjadi dasar penerbitan TDU.


Pasal 23

(1) Bupati melalui OPD menerbitkan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b.

(2) Penerbitan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:

a. TDU diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat permohonan pendaftaran diterima, lengkap dan benar;

b. TDU hanya dapat digunakan untuk menempati 1 (satu) lokasi tempat usaha bagi PKL yang tidak bergerak dan 1 (satu) kendaraan bagi PKL yang bergerak;

c. TDU berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi perkembangan usaha; dan

d. penerbitan TDU tidak dikenakan biaya.


Pasal 24

(1) Dalam hal berkas permohonan pendaftaran PKL tidak memenuhi persyaratan, Bupati melalui kepala OPD menyampaikan surat penolakan penerbitan TDU.

(2) Surat penolakan penerbitan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai alasan penolakan.

(3) Surat penolakan disampaikan kepada PKL paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat permohonan pendaftaran.


Pasal 25

(1) Perpanjangan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dilakukan 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku TDU.

(2) Permohonan perpanjangan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati melalui OPD. Pasal 26

(1) Bupati melalui dapat melakukan pencabutan TDU.

(2) Pencabutan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila:

a. pemegang TDU melanggar ketentuan yang terdapat di dalam surat pendaftaran;

b. lokasi usaha yang bersangkutan tidak lagi ditetapkan sebagai tempat usaha PKL;

c. tidak memperpanjang TDU;

d. tidak lagi melakukan usaha PKL; dan/atau

e. dipindahtangankan TDU PKL.

(3) TDU tidak berlaku apabila:

a. pemegang TDU meninggal dunia;

b. atas permintaan tertulis dari pemergang TDU; dan

c. pemegang TDU pindah lokasi usaha.

(4) Dalam hal pemegang TDU meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a maka suami, isteri dan/atau anak pemegang TDU dapat mengajukan permohonan TDU untuk menggunakan tempat usaha pada lokasi yang bersangkutan.


Bagian Keempat

Penetapan Lokasi PKL

Pasal 27

(1) Bupati menetapkan lokasi atau kawasan sesuai peruntukannya sebagai lokasi tempat kegiatan usaha PKL.

(2) Penetapan lokasi atau kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, budaya, estetika, ekonomi, keamanan, ketertiban, kesehatan, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

(3) Lokasi binaan yang telah ditetapkan dilengkapi dengan papan nama lokasi dan rambu atau tanda yang menerangkan batasan jumlah PKL.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 28

(1) Lokasi binaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) terdiri atas:

a. lokasi permanen; dan

b. lokasi sementara.

(2) Lokasi PKL bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi dengan aksesabilitas dan sarana serta prasarana.

(3) Lokasi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diarahkan untuk menjadi kawasan atau pusat-pusat bidang usaha promosi, produksi unggulan daerah.

(4) Lokasi sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan lokasi tempat usaha PKL yang terjadwal sampai jangka waktu yang ditetapkan oleh Bupati.

(5) Jadwal usaha PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.


Bagian Kelima

Pemindahan PKL dan Penghapusan Lokasi PKL

Pasal 29

(1) PKL yang menempati lokasi yang tidak sesuai peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dilakukan pemindahan atau relokasi PKL ke tempat/ruang yang sesuai peruntukannya.

(2) Penghapusan lokasi tempat berusaha PKL yang telah dipindahkan ditertibkan dan ditata sesuai dengan fungsi peruntukannya.

(3) Pemindahan PKL dan penghapusan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.


Bagian Keenam

Peremajaan Lokasi PKL

Pasal 30

(1) Bupati melakukan peremajaan lokasi PKL pada lokasi binaan.

(2) Peremajaan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk meningkatkan fungsi prasarana, sarana dan utilitas kota.


BAB V

PEMBERDAYAAN PKL

Pasal 31

(1) Bupati melalui OPD melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan penataan dan pemberdayaan PKL.

(2) Pemberdayaan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. peningkatan kemampuan berusaha;

b. fasilitasi akses permodalan;

c. fasilitasi bantuan sarana dagang;

d. penguatan kelembagaan;

e. fasilitasi peningkatan produksi;

f. pengolahan, pengembangan jaringan dan promosi; dan

g. pembinaan dan bimbingan teknis.


Pasal 32

(1) Bupati dalam melakukan pemberdayaan PKL dengan kemitraan dengan dunia usaha dapat dilakukan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan.

(2) Pemberdayaan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan bidang usaha berdasarkan data PKL.

(3) Bentuk kemitraan dunia usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:

a. penataan peremajaan tempat usaha PKL;

b. peningkatan kemampuan berwirausaha melalui bimbingan, pelatihan

dan bantuan permodalan;

c. promosi usaha dan kegiatan pada lokasi binaan; dan

d. berperan aktif dalam penataan PKL di kawasan perkotaan agar menjadi lebih tertib, bersih, indah dan nyaman.


BAB VI

HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN

Pasal 33

PKL mempunyai hak antara lain:

a. mendapatkan pelayanan pendaftaran usaha PKL;

b. melakukan kegiatan usaha di lokasi yang telah ditetapkan;

c. mendapatkan informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan terkait dengan

kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan;

d. mendapatkan pengaturan, penataan, pembinaan, supervisi dan pendampingan dalam pengembangan usahanya; dan


Pasal 34

PKL mempunyai kewajiban antara lain:

a. mematuhi waktu kegiatan usaha yang telah ditetapkan oleh Bupati;

b. memelihara keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan dan

kesehatan lingkungan tempat usaha;

c. menempatkan dan menata barang dagangan dan/atau jasa serta

peralatan dagangan dengan tertib dan teratur;

d. tidak mengganggu lalu lintas dan kepentingan umum; (perlu penjelasan)

e. mengemas dan memindahkan peralatan dan dagangannya dari lokasi tempat usaha setelah waktu yang ditentukan;

f. menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan atau sewaktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah; dan

g. menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai TDU yang dimiliki PKL.


Pasal 35

PKL dilarang :

a. melakukan kegiatan usahanya di ruang umum yang tidak ditetapkan untuk lokasi PKL;

b. merombak menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada di tempat atau lokasi usaha PKL yang telah ditetapkan dan/atau ditentukan oleh Bupati;

c. menempati lahan atau lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal;

d. berpindah tempat atau lokasi dan/atau memindahtangankan TDU PKL tanpa sepengetahuan dan seizin Bupati;

e. menelantarkan dan/atau membiarkan kosong lokasi tempat usaha tanpa kegiatan selama 1 (satu) bulan;

f. mengganti bidang usaha dan/atau memperdagangkan barang ilegal;

g. melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan/atau mengubah bentuk trotoar, fasilitas umum dan/atau bangunan di sekitarnya;

h. menggunakan badan jalan untuk tempat usaha, kecuali yang ditetapkan untuk lokasi PKL terjadwal dan terkendali;

i. PKL yang kegiatan usahanya menggunakan kendaraan dilarang berdagang di tempat larangan parkir, pemberhentian sementara atau trotoar; dan

j. memperjualbelikan atau menyewakan tempat usaha PKL kepada pedagang lainnya.


Pasal 36

(1) Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas umum yang dilarang untuk tempat usaha atau lokasi usaha PKL.

(2) Fasilitas umum yang dilarang untuk tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan rambu atau tanda larangan untuk tempat atau lokasi usaha PKL.


BAB VII

MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN

Pasal 37

(1) Bupati melalui OPD melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penataan dan pembinaan PKL.

(2) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.


Pasal 38

(1) Bupati melalui OPD menyampaikan laporan hasil pelaksanaan penataan dan pembinaan PKL kepada Gubernur, dengan tembusan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat pada akhir bulan Februari tahun berikutnya.


BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 39

(1) Bupati melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan penataan dan pemberdayaan PKL di daerah.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. koordinasi dengan Gubernur;

b. pendataan PKL;

c. sosialisasi kebijakan tentang penataan dan pemberdayaan PKL;

d. perencanaan dan penetapan lokasi binaan PKL;

e. koordinasi dan konsultasi pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL;

f. bimbingan teknis, pelatihan, supervisi kepada PKL;

g. mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat dalam penataan dan pemberdayaan PKL; dan

h. monitoring dan evaluasi.

(3) Bupati melakukan pengawasan terhadap penataan dan pemberdayaan PKL yang dilaksanakan oleh OPD yang membidangi urusan ketentraman dan ketertiban umum dan berkoordinasi dengan instansi terkait.


BAB IX

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 40

(1) Setiap PKL yang tidak memiliki TDU dalam melakukan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh Bupati.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penghentian kegiatan usaha.

(3) Penghentian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah deberikan peringatan secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang waktu selama 3 (tiga) hari kerja.


BAB X

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 41

(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberikan kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran dalam peraturan daerah ini, sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan dari seseorang, berkenaan dengan adanya tindak pidana;

b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana;

d. melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

e. meminta bantuan tenaga ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

f. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf d;

g. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;

h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; dan/atau

i. melakukan tindakan lain yang menurut hukum dapat dipertanggung jawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.


BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 42

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35 dan/atau Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan pidana denda paling banyak Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).

(2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan Daerah.


BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Asahan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pengaturan Lokasi Pedagang Kaki Lima Di Wilayah Kota Administratip Kisaran dan Ibukota Kecamatan Dalam Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Asahan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Asahan Nomor 1 Tahun 1992 Seri “C”), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 44

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Asahan. 

Kategori:

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Bantu pengembangan situs ini dengan meninggalkan komentar yang membangun. Terima Kasih sudah berkomentar :)